Demo Mereda, Kasus Dugaan Ijazah Palsu Jokowi Tetap Jadi Ancaman Pemerintahan Prabowo

Jakarta, Dekannews - Pakar Hukum Tata Negara, Tomu Augustinus Pasaribu, menilai kasus dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo belum selesai meski demonstrasi besar pada 25 dan 28 Agustus lalu telah mereda. Ia mengingatkan, isu tersebut justru bisa menjadi bumerang bagi Presiden Prabowo Subianto jika tidak disikapi tegas.
Menurut Tomu, pernyataan Prabowo soal adanya kelompok yang diduga ingin melakukan makar bisa dipicu oleh trauma masa lalu, khususnya tragedi Mei 1998. “Mungkin jiwa Prabowo terguncang dan terganggu atas demo 25 dan 28 Agustus. Ingatannya kembali kepada tragedi ’98 sehingga menciptakan ketakutan dan kekhawatiran, apalagi jika laporan yang diterimanya tidak utuh,” kata Tomu dalam keterangannya, Jumat (12/9/2025).
Ia juga menyinggung adanya kemungkinan peran lingkaran dalam pemerintahan Prabowo sendiri dalam kerusuhan tersebut. “Apakah Presiden curiga terhadap menteri-menteri yang kemarin diganti sebagai dalang atau pemodal demo? Atau mereka sebenarnya korban keganasan politik? Info tipis-tipis, lingkaran Bapak sendiri yang bermain,” tegasnya.
Tomu mengaitkan kegaduhan politik saat ini dengan apa yang disebutnya sebagai pengkhianatan terhadap Pancasila dan konstitusi. Menurutnya, sejak awal Jokowi memilih Prabowo sebagai penerus karena dianggap lebih mudah dikendalikan dibandingkan mendukung calon dari PDIP.
“Tidak mungkin Prabowo bisa bertahan sampai 2029 karena faktor usia dan kondisi medis. Itu membuka jalan bagi Gibran untuk lebih mudah dipasangkan sebagai wakil presiden,” ujarnya.
Lebih jauh, Tomu mengingatkan bahwa ada lima kasus besar yang masih membayangi Jokowi, yakni dugaan ijazah palsu, proyek Ibu Kota Nusantara (IKN), Kereta Cepat Jakarta–Bandung, Mobil Esemka, dan pengadaan 1.000 bus TransJakarta saat menjabat Gubernur DKI.
“Semua kasus itu belum tuntas, tapi yang paling mencolok adalah dugaan ijazah palsu. Hingga kini Jokowi tidak pernah berani menunjukkan ijazah asli di depan publik. Bahkan keterangan saksi seperti Kasmudjo yang mengaku bukan dosen pembimbingnya pun tidak digali serius oleh penyidik,” jelas Tomu.
Ia menilai penanganan kasus ijazah oleh kepolisian justru memperkuat kecurigaan publik. “Bareskrim hanya menunjukkan fotokopi, Polda Metro Jaya juga belum memastikan keaslian. Sementara UGM diduga menghilangkan dokumen penting seperti skripsi angkatan 1985,” katanya.
Tomu menegaskan, Prabowo kini dihadapkan pada dua pilihan: bersikap tegas atau justru mengorbankan jabatannya. “Presiden Prabowo hanya punya dua opsi: tangkap Jokowi, Luhut, Pratikno, Moeldoko, Rektor UGM, dan sejumlah pejabat lain yang diduga jadi dalang kegaduhan, atau rela mengorbankan jabatan presiden,” ujarnya.
Ia menutup pernyataannya dengan peringatan keras. “Konspirasi ijazah palsu akan terus menghantui bangsa ini. Jangan sampai Prabowo menjadi korban dari permainan politik. Selamatkan Indonesia dari kehancuran,” pungkas Tomu. (Zat)