Wow! Gaji dan Tunjangan Anggota DPRD DKI Bisa Mencapai Rp130–139Juta per Bulan: Perlukah Pemprov DKI dan DPRD Melakukan Evaluasi?

Foto:IST-Sugiyanto (SGY)-Emik

Pada 25 Agustus lalu, sekelompok massa menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR, salah satunya dipicu oleh isu gaji dan tunjangan anggota DPR. Isu tersebut sebelumnya telah ramai diperbincangkan warganet sejak pekan lalu. Kegeraman publik muncul karena beredar informasi bahwa total gaji dan tunjangan anggota DPR disebut-sebut melebihi Rp100 juta per bulan.

Oleh : Sugiyanto (SGY)

Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT

)

Akibat dari kemunculan informasi ini, muncul pula tuntutan pembubaran DPR. Para demonstran mempertanyakan kelayakan gaji dan tunjangan sebesar itu bagi anggota legislatif, yang dinilai tidak sebanding dengan kinerja mereka. Reaksi keras masyarakat juga terlihat di media sosial, yang memicu gelombang kritik terhadap lembaga legislatif.

Namun ternyata, hal serupa tidak hanya terjadi di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat daerah, khususnya di DPRD DKI Jakarta. Take home pay atau penghasilan bersih yang diterima anggota DPRD DKI Jakarta per bulan dilaporkan dapat berkisar antara Rp130 juta hingga Rp139 juta.

Dasar hukum atas besarnya penghasilan tersebut merujuk pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa penghasilan pimpinan dan anggota DPRD terdiri atas komponen yang bersumber dari APBD. 

Komponen dari APBD meliputi uang representasi, tunjangan keluarga (istri dan anak), tunjangan beras, uang paket, tunjangan jabatan, selain itu ada juga tunjangan alat kelengkapan dewan, tunjangan lainnya, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan reses, tunjangan perumahan, tunjangan transport, dan tunjangan operasional pimpinan.

Di tingkat provinsi, hal ini diperkuat melalui Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta. Aturan pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 153 Tahun 2017 tentang Belanja DPRD. Selain itu, terdapat juga Keputusan Gubernur Nomor 415 Tahun 2022 yang mengatur besaran tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD DKI Jakarta.

Berikut adalah rincian besaran gaji dan tunjangan anggota DPRD DKI Jakarta per bulan sebagaimana diatur dalam peraturan tersebut:

Uang representasi: Ketua DPRD Rp3.000.000, Wakil Ketua Rp2.400.000, Anggota Rp2.250.000

Tunjangan keluarga untuk istri: Ketua Rp300.000, Wakil Ketua Rp240.000, Anggota Rp225.000

Tunjangan keluarga untuk anak: Ketua Rp60.000, Wakil Ketua Rp48.000, Anggota Rp45.000

Tunjangan beras setara 10 kg atau sekitar Rp620.000

Uang paket: Ketua Rp300.000, Wakil Ketua Rp240.000, Anggota Rp225.000

Tunjangan jabatan: Ketua Rp4.350.000, Wakil Ketua Rp3.480.000, Anggota Rp3.262.500

Tunjangan alat kelengkapan dewan: Ketua 7,5%, Wakil 5%, Anggota 3% dari tunjangan jabatan (sekitar Rp130.500–Rp326.250)

Tunjangan lainnya: sekitar Rp130.500–Rp326.250

Tunjangan komunikasi intensif: Rp21.000.000

Tunjangan reses: Diberikan 7 Kali dari uang representasi Ketua atau Rp. 21.000.000. Biaya tunjangan reses DPRD DKI Jakarta tidak disebutkan secara rinci dalam dokumen publik. Namun, berdasarkan data tahun 2022, total anggaran tunjangan reses untuk 106 anggota DPRD mencapai Rp6,837 miliar per tahun.

Jika dibagi ke dalam tiga kali masa reses dalam setahun, estimasi per anggota adalah sekitar Rp22,79 juta untuk setiap kegiatan reses. Perlu dicatat, angka ini hanya merupakan perkiraan dari total anggaran, bukan besaran resmi yang diterima per kegiatan. Jumlah sebenarnya bisa lebih besar, tergantung pada ketentuan aturan terbaru yang berlaku.

Tunjangan perumahan: Ketua DPRD Rp78.800.000, Anggota DPRD Rp70.400.000

Tunjangan transportasi: Rp21.500.000

Tunjangan operasional pimpinan DPRD: sekitar Rp. 9.600.000-Rp18.000.000

Selain tunjangan di atas, anggota DPRD juga menerima berbagai bentuk tunjangan kesejahteraan yang mencakup jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, serta pakaian dinas dan atribut.

Dalam Pergub No. 153 Tahun 2017 yang merujuk PP No. 18 Tahun 2017 juga mengatur belanja penunjang kegiatan DPRD. Belanja ini mencakup program rapat, kunjungan kerja, pengkajian dan penyiapan Perda, peningkatan kapasitas SDM, koordinasi pemerintahan, serta pos lain seperti dana operasional pimpinan, tenaga ahli, dan sekretariat fraksi.

Selain itu, Pasal 23 mengatur kompensasi rapat: Ketua DPRD Rp500 ribu, Wakil Ketua Rp400 ribu, dan anggota Rp350 ribu per rapat, dengan batas maksimal tiga kali rapat per hari. Kompensasi ini dibayarkan bulanan dan dikenakan pajak. Jika seorang anggota DPRD menghadiri tiga rapat per hari selama 10 hari dalam sebulan, total kompensasi rapat yang bisa diterima mencapai Rp10,5 juta.

Jika dihitung dari tunjangan dengan nilai besar saja, seperti tunjangan perumahan sebesar Rp70.400.000 hingga Rp78.800.000, ditambah tunjangan komunikasi Rp21.000.000 dan tunjangan transportasi Rp21.500.000, dan ditambah pendapatan dari rapat-rapat sekitar Rp 10.500.000, maka take home pay anggota DPRD DKI Jakarta sudah mencapai sekitar Rp123.400.000 hingga Rp131.800.000

Apabila jumlah tersebut ditambah dengan tunjangan lainnya, seperti tunjangan representasi, keluarga, beras, uang paket, alat kelengkapan, dan tunjangan lain, maka tambahan mencapai Rp6.933.000 hingga Rp7.511.000 Dengan demikian, total take home pay anggota DPRD DKI Jakarta dapat mencapai Rp130.333.000 hingga Rp139.311.000. Perhitungan ini hanya merupakan asumsi pendapatan rata-rata anggota DPRD yang merujuk pada komponen tunjangan saja.

Perkiraan perhitungan saya mengenai gaji dan tunjangan anggota DPRD DKI Jakarta sejalan dengan pemberitaan salah satu media kredibel yang merujuk pada APBD tahun 2022 yang menganggarkan Rp 177,4 miliar. Dalam pemberitaan tersebut disebutkan bahwa total pendapatan anggota DPRD DKI Jakarta per orang per bulan mencapai Rp139.324.156 atau 139 juta.

Apabila ditambah dengan tunjangan lain, seperti dari tunjangan reses dan sosialisasi peraturan (sosper), kunjungan kerja (kunker) dan lainnya seperti kesehatan dan asuransi, maka jumlah penerimaan anggota dewan akan lebih besar lagi. Besarannya dapat berbeda tergantung jabatan, kegiatan, serta hak operasional masing-masing anggota. Meskipun tidak termasuk dalam kategori take home pay, namun jumlahnya akan cukup besar. 

Dari sini dapat dilihat bahwa pendapatan anggota DPRD DKI Jakarta yang cukup besar ini harus sebanding dengan kinerja dan hasilnya. Fungsi dewan dan penggunaan hak-hak dewan seharusnya dijalankan secara maksimal.

Meskipun demikian, besaran gaji dan tunjangan tersebut bisa saja mengalami penyesuaian melalui perubahan peraturan, baik melalui Peraturan Gubernur (Pergub) maupun Keputusan Gubernur (Kepgub) terbaru. Namun secara umum, struktur dan komponen tunjangan yang berlaku masih mengacu pada aturan sebagaimana disebutkan di atas. 

Semua tunjangan-tunjangan besar seperti perumahan, transportasi, komunikasi, reses, kunker, sosper dan pelaksanaannya, serta lainnya perlu mendapat sorotan tajam dari masyarakat Jakarta.

Dalam PP Nomor 18 Tahun 2017 juga dijelaskan bahwa tunjangan komunikasi dan reses diberikan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Apabila pemerintah daerah belum menyediakan rumah dinas, maka anggota DPRD dapat menerima tunjangan perumahan. Baik tunjangan perumahan maupun tunjangan transportasi diberikan dalam bentuk uang dan dibayarkan setiap bulan, terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah atau janji. 

Sekarang mungkin muncul pertanyaan di masyarakat: mungkinkah dengan kondisi ekonomi yang sulit dan adanya pengetatan anggaran, Pemprov DKI Jakarta bersama DPRD DKI Jakarta melakukan evaluasi terhadap gaji dan tunjangan anggota dewan? Jawabannya tentu berpulang kepada Pemprov DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta.