BPK dan Pemprov DKI Perlu Membuka Rekomendasi yang Belum Dilaksanakan maupun Tidak Dapat Ditindaklanjuti: UU Ancaman Pidana 1,5 Tahun

BERDASARKAN uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa jumlah rekomendasi BPK terhadap Pemprov DKI Jakarta dari tahun ke tahun justru terus meningkat, bukan semakin tuntas.
Oleh : Sugiyanto (SGY)
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT)
Demi keterbukaan informasi publik dan transparansi, sebaiknya BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta dan Pemprov DKI Jakarta dapat membuka seluruh rekomendasi BPK kepada publik. Rekomendasi tersebut perlu diungkap secara terang benderang—baik yang sudah ditindaklanjuti, yang belum dilaksanakan, maupun yang dinyatakan tidak dapat ditindaklanjuti.
Langkah ini penting agar masyarakat mengetahui secara utuh kondisi pengelolaan keuangan daerah. Rekomendasi BPK berkaitan erat dengan kepentingan publik, potensi penyimpangan, kerugian negara, serta ancaman sanksi pidana. Oleh karena itu, seluruh rekomendasi harus dituntaskan secara transparan demi kemajuan Jakarta dan kesejahteraan warganya.
Berdasarkan data yang beredar, pada tahun 2023 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memberitahukan adanya 10.931 rekomendasi yang wajib ditindaklanjuti. Dari jumlah tersebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menindaklanjuti 9.432 rekomendasi atau 86,29 persen.
Dengan demikian, masih terdapat 1.215 rekomendasi atau 11,11 persen yang harus segera ditindaklanjuti. Selain itu, tercatat 284 rekomendasi atau 2,60 persen yang tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan sah. Seluruh data ini mencakup periode 2005 hingga 2022.
Pada 7–11 Juli 2025, BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta menyelenggarakan Pembahasan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan (PTLRHP) di Auditorium BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta. Acara ini dibuka oleh Kepala BPK Perwakilan Provinsi DKJ, M. Ali Asyhar, serta dihadiri Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno, jajaran pejabat Pemprov DKI, pimpinan SKPD dan BUMD, serta pejabat struktural dan fungsional BPK Perwakilan DKI Jakarta.
Merujuk TLRHP Semester II Tahun 2024, tercatat 11.718 rekomendasi. Dari jumlah ini, sebanyak 10.454 atau 89,21 persen telah dinyatakan selesai atau tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan sah. Artinya, masih ada 1.264 rekomendasi yang wajib dilaksanakan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Dalam sambutannya, Wakil Gubernur Rano Karno menegaskan bahwa pada Semester I Tahun 2025 terdapat tambahan enam laporan hasil pemeriksaan. Dengan demikian, jumlah total rekomendasi meningkat menjadi 11.950, dengan 1.496 di antaranya masih dalam proses penyelesaian.
Untuk mengatasi hal ini, Pemprov DKI telah mengadakan sesi reviu, verifikasi, dan konsinyering pada Juni 2025. Dari 399 rekomendasi yang dibahas, sebanyak 150 diusulkan berstatus selesai atau tidak dapat ditindaklanjuti, sementara 249 lainnya masih dalam proses penyelesaian.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa jumlah rekomendasi BPK terhadap Pemprov DKI Jakarta dari tahun ke tahun justru terus meningkat, bukan semakin tuntas. Tahun 2023 masih tersisa 1.215 rekomendasi yang belum ditindaklanjuti, ditambah 284 yang tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan sah. Hingga tahun 2025, total rekomendasi mencapai 11.950 dengan 1.496 yang masih dalam proses penyelesaian.
Dalam konteks hukum, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara sangat jelas mengatur kewajiban tindak lanjut rekomendasi BPK.
Pasal 26 ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK dapat dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500 juta.
Pada Pasal 2 ayat (1) menegaskan bahwa pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam LHP BPK, sementara Pasal 20 ayat (2) mengatur bahwa pejabat harus memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK paling lambat 60 hari setelah LHP diterima.
Pada tahun 2023, saya pernah meminta data resmi terkait 10.931 rekomendasi BPK di Provinsi DKI Jakarta, yang mencakup 9.432 rekomendasi telah ditindaklanjuti, 1.215 rekomendasi yang masih harus ditindaklanjuti, serta 284 rekomendasi yang tidak dapat ditindaklanjuti. Namun, permintaan tersebut ditolak dengan alasan tertentu.
Karena itu, saya terus melakukan penelitian dan analisis atas seluruh rekomendasi BPK sejak tahun 2005 hingga 2025. Saat ini, saya masih mengupayakan permintaan kelengkapan LHP Pemprov DKI kepada BPK dalam rentang waktu tersebut.
Selain itu, saya juga berencana mengajukan permintaan serupa langsung kepada Pemprov DKI. Jika pun permintaan itu ditolak, tidak menjadi persoalan, karena saya tetap melakukan reviu terhadap seluruh rekomendasi BPK sejak 2005 hingga 2025.
Tidak menutup kemungkinan, pada waktunya saya perlu mempertimbangkan langkah hukum berupa gugatan ke Komisi Informasi Publik berdasarkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, sebagaimana pernah saya lakukan dalam kasus-kasus lainnya.
Mungkin ungkapan “tidak boleh ada yang disembunyikan, tidak boleh ada dusta di antara kita” dapat menjadi panduan bagi kita semua. Pada intinya, seluruh informasi detail terkait ribuan rekomendasi BPK tersebut harus diungkap secara terbuka demi kebaikan bersama.