Hatrik Politik Sufmi Dasco Ahmad: Prabowo Pilih Win-Win Solution demi Kebersamaan dan Kemajuan Bangsa, PDIP–Gerindra Kakak-Adik

PRABOWO, meski kini menjadi Presiden terpilih periode 2024–2029, tetap menjunjung tinggi semangat kebersamaan lintas partai dan generasi
Oleh : Sugiyanto (SGY)
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT)
Sufmi Dasco Ahmad muncul sebagai salah satu tokoh muda yang memainkan peran sentral dalam dinamika politik nasional. Ia dipercaya memiliki peran kunci dalam merancang dan mengeksekusi tiga manuver strategis yang secara signifikan membentuk lanskap politik Indonesia.
Peran Sufmi Dasco sangat menonjol, mulai dari rekonsiliasi nasional pasca-Pilpres 2019, pembentukan koalisi besar pada Pilpres 2024, hingga rekonsiliasi hukum-politik melalui pemberian amnesti dan abolisi pada tahun 2025. Seluruh rangkaian langkah ini membentuk semacam “hatrik politik” yang mencerminkan kecerdasan taktis serta pemahaman mendalam terhadap dinamika kekuasaan nasional.
Pada Pilpres 2019, Dasco memainkan peran krusial dalam membuka jalur rekonsiliasi antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo. Meskipun Prabowo kalah dalam kontestasi tersebut, ia kemudian diundang masuk ke dalam pemerintahan sebagai Menteri Pertahanan.
Langkah tersebut menandai dimulainya konsolidasi lintas kubu yang membangun fondasi kerja sama politik di atas kepentingan sektoral. Strategi yang semula dianggap mengejutkan itu kemudian dipandang sebagai simbol kematangan politik dan tekad meredam polarisasi yang mengemuka.
Lima tahun kemudian, Dasco kembali menjadi arsitek dalam konsolidasi kekuatan besar pada Pilpres 2024. Ia berperan dalam merancang penyatuan antara kubu Prabowo dan lingkaran Presiden Jokowi, melalui kehadiran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.
Integrasi dua kekuatan itu tidak hanya mengokohkan basis elektoral Prabowo–Gibran, tetapi juga memperkuat posisi politik Presiden Jokowi menjelang akhir masa jabatannya. Dalam hal ini, Dasco bukan sekadar juru runding, melainkan perancang peta kekuasaan baru yang menjembatani generasi politik berbeda.
Langkah ketiga dari “hatrik politik” itu terwujud setelah pemilu, melalui keputusan politik penting berupa pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong. Hasto, Sekjen PDIP, sebelumnya divonis 3,5 tahun dalam kasus suap pergantian antar waktu anggota DPR, sementara Tom Lembong, tokoh kunci tim pemenangan Anies–Muhaimin, divonis 4,5 tahun dalam kasus penyalahgunaan izin impor gula.
Amnesti terhadap Hasto menghapus pelaksanaan pidana meski vonis tetap tercatat. Sedangkan abolisi terhadap Tom menghapus seluruh proses hukum dan akibat hukum secara menyeluruh.
Melalui posisinya sebagai Wakil Ketua DPR RI, Dasco memimpin jalannya seluruh proses legislasi di Senayan. Dalam konteks ini, ia secara resmi menyampaikan bahwa DPR menyetujui usulan Presiden Prabowo terkait pemberian amnesti dan abolisi.
Langkah tersebut menuai beragam reaksi. Sebagian publik memandangnya sebagai strategi rekonsiliasi nasional dan konsolidasi politik yang lebih luas. Sementara itu, sebagian pihak lainnya justru mengkhawatirkan potensi politisasi hukum serta dampaknya terhadap independensi lembaga peradilan.
Namun, secara konstitusional, kebijakan ini sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UUD 1945. Pasal tersebut secara jelas memberikan kewenangan kepada Presiden untuk memberikan amnesti dan abolisi dengan persetujuan DPR.
Dalam perspektif strategis, rekonsiliasi ini membuka jalan bagi terbentuknya koalisi besar yang melibatkan Gerindra, PDIP, dan kelompok-kelompok politik lainnya, termasuk pendukung Anies Baswedan. Hal ini memperlihatkan bahwa Dasco bukan sekadar operator politik, melainkan penggerak skenario besar yang menjembatani berbagai faksi yang sebelumnya berseberangan.
Bang Syahganda Nainggolan, senior saya dalam dunia aktivisme, menilai bahwa kesuksesan amnesti dan abolisi ini tidak terlepas dari peran Dasco. Ia menjadi “motor penggerak” dalam proses pemulihan hubungan antarkelompok politik, sekaligus memperkuat basis dukungan pemerintahan Prabowo–Gibran, baik di parlemen maupun di tengah masyarakat.
Presiden Prabowo sendiri tetap menjadi tokoh kunci dari seluruh proses ini. Dalam sebuah momen simbolik saat peluncuran Koperasi Desa Merah Putih di Klaten, Jawa Tengah, ia menyebut hubungan PDIP dan Gerindra seperti kakak dan adik. Prabowo juga menyinggung warisan Presiden pertama RI, Sukarno, sebagai milik seluruh bangsa. Sambil mencolek Puan Maharani yang turut hadir, Prabowo menyatakan, “Nyuwun sewu, Mbak Puan, Bung Karno bapak saya juga.”
Pernyataan itu mempertegas bahwa Prabowo, meski kini menjadi Presiden terpilih periode 2024–2029, tetap menjunjung tinggi semangat kebersamaan lintas partai dan generasi. Keputusannya untuk bergabung dengan pemerintahan Jokowi pada 2019 menjadi titik balik yang menunjukkan orientasi politiknya pada rekonsiliasi dan kemajuan bersama, bukan semata-mata perebutan kekuasaan.
Setelah empat kali mengikuti kontestasi pilpres, Prabowo menunjukkan ketangguhan dan kedewasaan politik. Ia memilih merangkul seluruh elemen bangsa dalam upaya membangun masa depan Indonesia. Polarisasi, konflik, dan faksionalisme tidak lagi relevan dalam agenda besar kesejahteraan rakyat dan kemajuan negara.
Hatrik politik Sufmi Dasco Ahmad bukan hanya tentang tiga langkah strategis, melainkan tentang bagaimana ia mengelola transisi kekuasaan secara damai, konstitusional, dan inklusif. Ia telah membuktikan diri sebagai arsitek kebijakan kebersamaan yang menjalin simpul-simpul perpecahan menjadi kekuatan politik nasional yang solid.