Meneropong Simalakama 8 Tuntutan Forum Purnawirawan Prajurit TNI : Usulan Pergantian Wapres Menjadi Titik Terberat dari Segalanya

MENGUSULKAN penggantian Wakil Presiden kepada MPR karena putusan MK dianggap cacat secara hukum dan etika
Oleh : Sugiyanto (SGY)
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT)
Sejujurnya, saya sempat ragu menulis artikel ini. Saya menyadari bahwa pengetahuan, pengalaman, dan kapasitas saya tak sebanding dengan para tokoh besar yang tergabung dalam Forum Purnawirawan Prajurit TNI. Terlebih, isu ini telah menjadi konsumsi publik yang luas dan memunculkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Kekhawatiran terbesar saya adalah jika terdapat kekeliruan dalam menuliskannya, sebab saya sangat menghormati dan menaruh respek yang tinggi kepada para jenderal purnawirawan yang tergabung dalam forum tersebut.
Namun demikian, tulisan ini bukan dimaksudkan untuk memperkeruh suasana, melainkan sebagai refleksi terhadap dilema simalakama yang kini dihadapi Presiden Prabowo Subianto menyusul delapan tuntutan yang disampaikan Forum Purnawirawan. Ini penting untuk disoroti, mengingat Presiden Prabowo sendiri adalah bagian dari komunitas purnawirawan TNI dan memiliki kedekatan emosional serta historis dengan mereka. Dengan begitu, posisi beliau dalam menyikapi tuntutan tersebut tentu bukan perkara sederhana.
Sebagaimana diketahui, pada 17 April 2025, Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyampaikan delapan poin tuntutan yang dibacakan oleh Jenderal (Purn) Sunarko. Pernyataan itu ditandatangani oleh 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel. Beberapa tokoh purnawirawan terkemuka yang turut menandatangani dokumen tersebut antara lain mantan Wakil Panglima ABRI Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, mantan KSAD Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, mantan KSAL Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan mantan KSAU Marsekal TNI (Purn) Hanafi Asnan. Tokoh paling senior dan disegani yang turut menandatangani pernyataan itu adalah mantan Wakil Presiden Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno.
Menanggapi tuntutan tersebut, Presiden Prabowo melalui Penasihat Khusus Bidang Politik dan Keamanan, Jenderal (Purn) Wiranto, menyatakan bahwa beliau sangat menghormati dan memahami aspirasi yang disampaikan. Namun Presiden belum dapat memberikan jawaban definitif karena masih perlu mempelajari isi pernyataan tersebut secara menyeluruh. Penjelasan ini disampaikan Wiranto dalam program Primetime News Metro TV, Jumat, 25 April 2025.
Saya mencoba menganalisis delapan tuntutan tersebut dengan pendekatan sederhana agar bisa dipahami oleh masyarakat awam. Tuntutan pertama, yakni kembali ke UUD 1945 asli, merupakan isu konstitusional yang memerlukan kajian akademik mendalam serta waktu panjang. Hal ini dapat diakomodasi dengan membentuk tim khusus lintas bidang dan lembaga.
Tuntutan kedua, mendukung program kerja Kabinet Merah Putih kecuali kelanjutan pembangunan IKN, juga saya anggap wajar. Proyek IKN memang pantas dievaluasi ulang, baik dari sisi urgensi, efektivitas, maupun manfaatnya untuk rakyat.
Tuntutan ketiga berkaitan dengan penghentian proyek strategis nasional seperti PIK 2 dan Rempang yang dianggap merugikan masyarakat dan lingkungan. Saya melihat tuntutan ini bernilai positif karena mendorong evaluasi total secara transparan dan partisipatif.
Tuntutan keempat, mengenai penghentian masuknya tenaga kerja asing asal Tiongkok dan pemulangan mereka, adalah bentuk aspirasi publik yang patut dihargai. Namun, implementasinya perlu memperhatikan hubungan bilateral dan perjanjian yang telah dibuat antara Indonesia dan Tiongkok.
Tuntutan kelima menyangkut penertiban sektor pertambangan sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945. Ini adalah kebutuhan mendesak. Penegakan hukum dan konstitusi dalam pengelolaan sumber daya alam adalah fondasi penting untuk kesejahteraan rakyat.
Tuntutan keenam menyerukan reshuffle terhadap menteri yang diduga terlibat korupsi dan tindakan terhadap pejabat negara yang masih terikat dengan kepentingan mantan Presiden ke-7, Joko Widodo. Ini adalah aspirasi yang kuat, meskipun memunculkan dilema tersendiri. Inti tuntutan ini menekankan pentingnya loyalitas penuh terhadap Presiden yang sedang menjabat demi menjaga soliditas pemerintahan.
Tuntutan ketujuh, yaitu mengembalikan fungsi Polri sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di bawah Kemendagri, merupakan usulan serius yang masuk ke dalam ranah akademis dan tata kelola kelembagaan. Kajian menyeluruh sangat dibutuhkan sebelum melangkah lebih jauh.
Tuntutan kedelapan adalah yang paling berat dan berpotensi menjadi bom waktu politik: mengusulkan penggantian Wakil Presiden kepada MPR karena putusan MK dianggap cacat secara hukum dan etika. Tuntutan ini menyentuh persoalan yang sangat sensitif dan kompleks, karena menyangkut hasil Pemilu 2024 yang telah disahkan oleh KPU dan diperkuat oleh Mahkamah Konstitusi. Ini bukan lagi sekadar reshuffle kabinet, tetapi menyangkut legitimasi pasangan Prabowo-Gibran sebagai pemenang Pilpres.
Forum Purnawirawan menilai bahwa keterpilihan Gibran sebagai Wakil Presiden bersandar pada keputusan MK yang cacat etika, karena diputuskan oleh Ketua MK saat itu, Anwar Usman, yang merupakan paman dari Gibran. Putusan tersebut membuka jalan bagi Gibran untuk mencalonkan diri meski belum memenuhi batas usia sesuai undang-undang sebelumnya. Kritik utama mereka adalah soal dugaan nepotisme, penyalahgunaan kekuasaan, dan kemunduran etika dalam institusi hukum tertinggi.
Namun, mengakomodasi tuntutan itu berarti membuka kotak Pandora: jika wakil presiden yang telah sah terpilih diganti karena dugaan cacat etik dalam proses hukumnya, maka akan muncul preseden buruk terhadap stabilitas demokrasi dan integritas pemilu. Di sisi lain, mengabaikan tuntutan ini juga menyimpan risiko politik karena seolah-olah membiarkan dugaan pelanggaran etika terjadi tanpa konsekuensi.
Presiden Prabowo menghadapi dilema besar. Di satu sisi, usulan ini datang dari para jenderal purnawirawan senior yang sangat beliau hormati. Di sisi lain, Wakil Presiden Gibran adalah pasangan resmi dalam kontestasi Pilpres 2024. Selain itu, kedekatan personal dan politik Presiden Prabowo dengan mantan Presiden Jokowi—ayah Gibran—juga menjadi pertimbangan besar. Prabowo telah menyampaikan secara terbuka bahwa dirinya bisa menjadi Presiden karena dukungan besar dari Jokowi. Bahkan, dalam satu kesempatan, beliau menyampaikan yel-yel “Hidup Jokowi!” yang menegaskan hubungan erat mereka. Terbaru, Presiden Prabowo mempercayakan Jokowi sebagai utusan khusus Indonesia dalam acara pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan.
Namun saya meyakini, dalam konteks ini, tidak akan muncul kekacauan besar di Republik ini. Forum Purnawirawan yang menyampaikan tuntutan juga mendukung penuh pemerintahan Presiden Prabowo. Sementara itu, Presiden Prabowo adalah sosok yang sangat menghormati para seniornya di tubuh TNI. Pada akhirnya, komunikasi yang baik di antara mereka semua akan terjalin demi kepentingan bangsa dan masa depan negara, dalam upaya menyejahterakan rakyat Indonesia.
Dari seluruh tuntutan yang disampaikan, usulan pergantian Wakil Presiden merupakan poin yang paling eksplosif dan dilematis. Tuntutan ini bukan sekadar persoalan birokratis atau administratif, melainkan menyangkut legitimasi konstitusional dari hasil Pemilihan Presiden 2024.
Secara rasional, tuntutan ini tampak sangat sulit untuk diwujudkan. Namun dalam dunia politik dikenal pepatah, politics is the art of the possible—politik adalah seni kemungkinan. Ungkapan ini mengandung makna bahwa dalam politik, segala sesuatu yang tampak mustahil bisa saja terjadi. Hal yang tak terbayangkan pun bisa menjadi kenyataan, dan sebaliknya.
Meski demikian, solusi terbaik tidak dapat lahir dari keputusan yang tergesa-gesa, apalagi yang didorong oleh tekanan politik. Yang dibutuhkan adalah jalan tengah yang berpijak kuat pada prinsip-prinsip konstitusional, demi menjaga stabilitas politik nasional dan kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi yang ada.