Gubernur Jakarta Pramono Anung Akhiri Era Plt : 22 Jabatan Strategis Terisi, Birokrasi Jakarta Siap Tancap Gas Menuju 50 Besar Kota Global Dunia

Foto–IST – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung saat pelantikan 59 pejabat di Balai Agung, Balai Kota Jakarta

SEJAK dilantik pada 20 Februari 2025, mantan Sekretaris Kabinet dua periode di era Presiden Joko Widodo ini telah meluncurkan berbagai terobosan besar

Oleh : Sugiyanto (SGY)

Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT)

Komitmen untuk memajukan Ibu Kota Jakarta dan menata birokrasi secara menyeluruh menjadi prioritas utama Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung. Sejak dilantik pada 20 Februari 2025, mantan Sekretaris Kabinet dua periode di era Presiden Joko Widodo ini telah meluncurkan berbagai terobosan besar. 

Salah satu langkah konkret yang paling menonjol adalah pelantikan serentak terhadap 59 dari total 61 jabatan struktural, termasuk pengisian 22 jabatan tinggi yang sebelumnya kosong atau hanya dijabat oleh pelaksana tugas (Plt). Pelantikan ini dilaksanakan pada Selasa, 7 Mei 2025, di Balai Agung, Balai Kota Jakarta, dan menjadi tonggak penting dalam upaya reformasi birokrasi di Provinsi DKI Jakarta. 

Masih terdapat dua jabatan yang belum dilantik, yaitu Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta. Hingga saat ini, kedua posisi tersebut masih dijabat oleh pelaksana tugas (Plt). Penundaan pelantikan dilakukan dengan mempertimbangkan waktu yang tepat, sembari menunggu terpenuhinya persyaratan lain sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.

Diketahui, sejumlah jabatan Plt telah dibiarkan tanpa pengisian definitif dalam waktu yang cukup lama, bahkan banyak yang menjabat sebagai Plt selama lebih dari dua tahun. Kekosongan posisi strategis ini telah berlangsung sejak masa kepemimpinan gubernur dan penjabat gubernur sebelumnya, mencerminkan persoalan struktural yang dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian.
 
Kini, di bawah kepemimpinan Gubernur Pramono Anung, situasi tersebut berubah drastis. Komitmennya untuk mengakhiri era pejabat pelaksana tugas (Plt) diwujudkan melalui langkah konkret: pengisian 22 jabatan strategis secara definitif. Proses ini dilakukan secara transparan dan berbasis meritokrasi, menghapus keraguan publik sekaligus membuktikan keseriusannya dalam menyelesaikan persoalan birokrasi yang tertunda. 

Terobosan ini dimungkinkan setelah Pemprov DKI secara resmi menerapkan sistem manajemen talenta sejak bulan Ramadan 1446 H atau Maret 2025. Melalui sistem ini, seleksi dan promosi jabatan dilakukan berdasarkan evaluasi kinerja, rekam jejak, serta kebutuhan strategis organisasi—tanpa perlu melalui mekanisme lelang terbuka (open bidding). Saat itu, Pramono menegaskan bahwa tidak boleh lagi ada jabatan tinggi yang dijabat Plt dalam waktu lama.

Langkah cepat ini sekaligus mendukung implementasi program Quickwins 100 Hari Kerja pasangan Pramono Anung dan Rano Karno, yang menitikberatkan pada prinsip penyelesaian tepat waktu, tepat sasaran, dan tepat kualitas. Pelantikan para pejabat tersebut menjadi fondasi penting untuk mempercepat pelaksanaan program-program prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029 yang kini sedang disusun bersama.

22 Jabatan Strategis yang Kini Telah Terisi

Sebanyak 22 jabatan penting di lingkungan Pemprov DKI kini resmi terisi. Di antaranya meliputi: Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfotik); Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol); Direktur RSUD Tarakan; Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA); Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat); Wakil Kepala Satpol PP; Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota; Wakil Wali Kota Jakarta Selatan; Wakil Wali Kota Jakarta Pusat; serta Wali Kota Jakarta Timur.

Selain itu, jabatan penting lainnya yang juga telah terisi antara lain: Kepala Biro Pendidikan dan Mental Spiritual (Dikmental); Wakil Direktur RSUD Tarakan; Kepala Dinas Pendidikan; Bupati Kepulauan Seribu; Sekretaris DPRD; Asisten Deputi Bidang Budaya; Kepala Biro Umum; Kepala Biro Kepala Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri (KDH-KLN); Asisten Perekonomian dan Keuangan (Asperkeu); Asisten Kesejahteraan Rakyat (Askesra); Kepala Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD), serta Asisten Deputi Bidang Perdagangan.

Dalam proses penataan dan pengisian jabatan ini, masukan strategis dari Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, selaku pembantu utama gubernur di bidang birokrasi, sangat berperan. Badan Kepegawaian Daerah (BKD) juga berkontribusi penting dalam penyusunan data dan evaluasi distribusi jabatan dari tingkat provinsi hingga kelurahan. Asisten Sekda dari berbagai bidang turut memperkuat proses formulasi kebijakan ini secara menyeluruh.

Keputusan strategis ini menjadi akselerator penting dalam mendorong Jakarta naik kelas sebagai kota global. Dalam kampanyenya pada Pilkada 2024, Pramono Anung menargetkan loncatan posisi Jakarta dalam Global Cities Index, dari peringkat 74 menuju 50 besar dunia. Dengan birokrasi yang solid, profesional, dan responsif, Jakarta memiliki peluang besar untuk bersaing dengan kota-kota besar dunia, meniru sukses Bangkok yang kini berada di peringkat 47.

Gaya kepemimpinan Pramono yang kolaboratif dan bebas dari tarik-menarik kepentingan politik telah menciptakan suasana birokrasi yang stabil dan progresif. Modal pengalaman dua periode sebagai Sekretaris Kabinet dan lainnya telah menempanya menjadi pemimpin yang piawai. Politisi senior dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Pramono Anung ini juga mampu menjembatani komunikasi antara pusat dan daerah, serta menyelesaikan masalah birokrasi yang selama ini menjadi hambatan.

Lebih dari sekadar pelantikan, pengisian jabatan strategis ini adalah simbol kebangkitan birokrasi Jakarta: lebih lincah, efisien, dan berorientasi pada hasil nyata. Dengan fondasi baru ini, pelayanan publik akan meningkat, kebijakan dijalankan dengan konsisten, dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah akan semakin kuat.

Dalam waktu singkat, Pramono Anung dan Rano Karno telah membuktikan bahwa perubahan nyata hanya dapat terjadi melalui tindakan nyata. Jika konsistensi ini dijaga, maka Jakarta sangat mungkin melesat menjadi kota global yang berdaya saing tinggi, manusiawi, dan berkeadilan sosial.